5
Yang Terlupakan (the end)
Posted by Unknown
on
4/26/2013 02:39:00 AM
Gerimis di ufuk barat dikala gemuruh
senja melewati batas waktu untuk bersujud. Hembusan angin dari ufuk timur
menambah nikmatnya untuk bergelut dengan merah langit di senjanya. Membuat pandanganku
tertegung.
Dengarlah cerita ini, semua tentang
relung hati yang merajam. Semua tak sama. Semua takkan kembali seperti semula.
Bagaimanapun semua telah berbeda.
Kepuitisan yang tak sampai
ketempat dasar persinggahan. Beragam kata telah tertera, tetapi semua sedikit
terbengkalai. Sekilas tulisan ini seperti membeku. Wajar, jika kepuitisan tak
terbalas oleh satu kata yang tertera.
Aku yang tak terkendali, seperti
orang bodoh. Merangkai kata yang tak jelas, tak tahu arah dan tujuan. Tak mampu
menutupi hasrat yang ada, sedikit miris dan tersiksa. Seakan putih tertindih
oleh hitamnya rasa.
Sebuah ketulusan yang menggelitik
hati, bermain dan bercumbu di dunia khayal. Berdendang ria, menari-nari
layaknya kupu-kupu melingkari kejenuhan yang merenggut waktumu. Semua telah aku
gambarkan sedemikian rupa.
“Apakah
gerangan ini? Sejak tadi aku rasakan. Alam semestapun terus berputar. Dada pun
ikut bergetar, laksana kupu-kupu menari dengan seruninya.
Putri dari
kayangan kah? Siapakah sebenarnya engkau wahai gerangan? Memainkan
simphoni-simphoni merdu. Lentikan jemarimu membuat mata melirik-lirik. Cantik
dan begitu menggelitik.
Dibalik tinggi
dan tebalnya dinding, aku mendengar suara dentingan simphoni. Beralun-alun bergantian
dengan merdu.
Duhai engkau
dari kayangan, sudikah engkau menggegenggam jemari-jemari ini?
Lagi jemarimu
membuat mata melirik. Manis begitu indah, membuat hati gundah. Seolah ingin
mengunggah seribu bait kata-kata lagu yang merdu. Terus melagukan indah namamu.
Nada pun beranjak
dengan nada, kala jemarimu menari-nari saat gerimis di ufuk senja datang.
Bersama beragam bayang-bayang semu.
Malam begitu
sunyi. Kala ingin memberimu beragam rasa, bercumbu dengan sejuta permianan
kata. Tersipu, tersenyum dibalik rasa malu.
Samar aku
mendengar suaramu, lembut memanggil namaku, seketika itu pun sukmaku terus melambung.
Dalam tidur,
kan ku panggil namamu dengan simphoniku, putri dari kayangan.”
Semua itu, ah sudahlah !!!
Waktu yang berlalu hanyalah
permainan hasrat belaka. Kejenuhan yang mengambang dialun-alun luasnya padang
hati, membuat kepasrahan, bukan bertawakal. Tak perlu meratapi yang demiakian
itu.
Mungkin aku sudah bosan dan
terjebak didalam besarnya lingkaran biusmu. Tapi dorongan jiwa ini tak mampu ku
tuk menahannya. Iblis manakah yang merasuk?
Kuputuskan untuk terus berlari,
menghindarimu sejauh mungkin. Ku sudahi tulisan demi tulisan untuk merangkai
hasrat hati ini. Dan biarkanlah aku bernyanyi untuk hati yang risau ini.
Hasrat pun kandas diluasnya
safana yang gersang….